Senin, 04 Mei 2009

makalah kerajaan-kerajaan islam di Indonesia

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA

Tentang

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

Oleh

Mirza Erwan Kaflis 107.053

Riyen Gusti Suparta 107.067

Ratna Yuniza 107.074

Dosen Pembimbing

DR. Danil M. Chaniago, M. Hum

JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM ( SKI )

FAKULTAS ILMU BUDAYA ADAB

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

IMAM BONJOL PADANG

1429 H / 2009 M



KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

Perkembangan sejarah indonesia tidak terlepas dari keberadaan kerajaan-kerajaan islam. Keberadaan kerajaan islam telah mewarnai sejarah Indonesia. Kerajaan-kerajaan islam sangat banyak memberikan penagaruh terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya.

Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 M dibawa oleh pedagang Arab, India dan Persia[1]. Awal keberadaan pedagang islam di nusantara, merupakan langkah awal dari berdirinya kerajaan Islam pertama di nusantara, samudra pasai.

Kerajaan islam yang pertama di nusantara tidak langsung berdiri begitu saja, tetapi memakan waktu yang sangat lama.

Dalam pembahasan makalah ini, kami tidak membahas semua kerajaan yang ada di Indonesia, tetapi hanya membahas beberapa kerajaan-kerajaan saja yang mungkin sangat berpengaruh dalam sejarah Indonesia.

  1. Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai tercatat dalam sejarah sebagai kerajaan Islam yang pertama. Mengenai awal dan tahun berdirinya kerajaan ini tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi menurut pendapat Prof. A. Hasymy, berdasarkan naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat pemerintahan Islam di Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9. Perlak berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak stabil, maka banyak pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya Perlak mengalami kemunduran.[2]

Dengan kemunduran Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal yang bernama Marah Silu dari Samudra yang berhasil mempersatukan daerah Samudra dan Pasai. Dan kedua daerah tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudra Pasai. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang berbatasan dengan Selat Malaka.

Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar abad 13 oleh Nazimuddin Al Kamil, seorang laksamana laut Mesir. Pada Tahun 1283 Pasai dapat ditaklukannnya, kemudian mengangkat Marah Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar Sultan Malik Al Saleh (1285 - 1297).[3]

Kerajaan ini pada mulanya merupakan kelompok-kelompok kecil yang tinggal di pemukiman-pemukiman penduduk yang beragama hindu dan bhuda. Kelompok ini tidak hanya berpusat pada perdeganagan tetapi juga bergerak dalam mengemnagkan dan menyebarkan agama islam pada masyarakat setempat.

Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al- Saleh, sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Pada masa pemerintahannya, datang seorang musafir dari Venetia (Italia) tahun 1292 yang bernama Marcopolo, melalui catatan perjalanan Marcopololah maka dapat diketahui bahwa raja Samudra Pasai bergelar Sultan. Setelah Sultan Malik al-Saleh wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 – 1326).

Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326 – 1348). Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang pesat dan terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab. Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan patihnya bergelar Amir.

Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas.

Sultan Malikushalih memeiliki dua oarng putra yang bernama Malikul Dhahir dan Malikul Mansyur. Setelah keduanya beranjak dewasa, Malikussaleh menyerahkan takhta kepada anak sulungnya Malikul Dhahir. Ia mendirikan kerajaan baru bernama Pasai. Ketika Malikussaleh mangkat, Malikul Dhahir menggabungkan kedua kerajaan itu menjadi Samudera Pasai.

Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul Dhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.

Menurut sejarah Melayu, kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam. Dengan demikian karena tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya Samudra Pasai tidak diketahui secara jelas.

  1. Kerajaan Demak

Demak pada masa sebelumnya sebagai suatu daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu raja Majapahit.[4]

Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah.

Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.

Di atas reruntuhan kerajaan Majapahit, Jin Bun mendirikan Demak sebagai negara Islam pertama di Jawa, negara Islam ketiga di Nusantara dan yang keempat di Asia Tenggara. Setelah dikukuhkan sebagai raja Demak, Jin Bun mengambil nama Patah, sebuah kata yang berasal dari al-fath yang berarti kemenangan. Sebagai raja pertama Demak, Raden Patah menjadikan kota Demak sebagai ibu kota atau pusat administrasi kerajaan, serta menjadikan Semarang sebagai pelabuhan utama atau pusat kegiatan ekonomi. Jin Bun alias Raden Patah berkuasa di Demak pada 1478-1518.

Di kota pelabuhan Semarang, Raden Patah mengangkat adik tirinya, Kusen untuk menjadi penguasa utama sekaligus membangun kota tersebut agar menjadi bandar pelabuhan yang strategis. Untuk menjalankan tugasnya ini, Kusen meminta bantuan Gan Si Cang untuk menjadi kapten Cina di Semarang pada 1478. Kusen bersama Gan Si Cang memanfaatkan orang-orang Cina Semarang, yang tidak saja kuat dalam perdagangan, tapi juga memiliki keahlian dalam bidang pertukangan, untuk memproduksi banyak kapal. Kusen dan Gan Si Cang juga membuka kembali upaya pengergajian kayu serta galangan kapal yang sudah lama terbengkalai sejak masa Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang.[5]

Setelah Raden Patah wafat, ia digantikan oleh anaknya pati unus yang terkenal dengan Pangeran Sebrang Lor. Sebelumnya Pati Unus menjabat sebagai adipati di jepara.

Demak dibawah Pati Unus (1518-1521 ) adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.[6]

Masa pemerintahan Pati Unus hanya seumur jagung, + hanya 3 tahun. Penerusnya ialah sultan trenggono, seorang ulama besar dari pasai yang berhasil lolos dari pengepungan penjajahan Portugis. Sultan trenggono pada mulanya bernama Fatahillah, karena beliau di terima dengan baik dan menjadi imam bagi masyarakat trengganu. Sultan trenggono juga terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati, karena dikuburkan di daerah gunung jati, Jawa Tengah.

Pengangkatan Pati Unus sebagai pengganti Raden Patah tidak banyak dipersolkan, karena ia memang putra mahkota sulung. Masalah muncul tatkala Pati Unus tewas pada 1521 tanpa meninggalkan keturunan. Raden Kinkin adalah anak tertua kedua setelah Pati Unus, namun lahir dari istri ketiga. Sementara itu, Trenggana adalah anak yang lebih muda dari Raden Kinkin, tapi ia lahir dari istri pertama Raden Patah. Maka, terjadilah perebutan kekuasaan antara Trenggana dengan Raden Kinkin. Dalam konteks ini, Prawata (anak Trenggana) memainkan peran untuk mengangkat ayahnya ke tampuk kekuasaan dengan membunuh Raden Kinkin dari Jipang.

Tatkala Trenggana wafat pada 1546, Prawata memang naik tahta di Demak. Namun, Arya Panangsang dari Jipang (anaknya Raden Kinkin), yang memiliki dendam kepada Prawata atas kematian ayahnya sekaligus berambisi untuk menjadi sultan, tidak mau tinggal diam. Tatkala tentara Demak masih bergerak di wilayah Maluku untuk mengusir Portugis, Arya Panangsang membawa pasukannya bergerak untuk menyerang Demak. Dalam penyerangan ini, Prawata mati dan banyak orang-orang Tionghoa peranakan dibunuh secara kejam oleh pasukan dari Jipang. Sungguhpun Prawata berhasil dibunuh, Arya Panangsang tidak bisa secara mulus menjadi sultan karena mendapat halangan dari Jaka Tingkir dari Pajang.

Ketika Arya Panangsang berhasil membunuh Prawata, Jaka Tingkir bergerak untuk mencegah Arya Panangsang menjadi sultan. Ia membawa tentara Pajang, serta meminta bantuan Ki Ageng Pamanahan dan Ki Ageng Panjawi, untuk menyerang Arya Panangsang dari Jipang. Di dalam pertempuran, Jaka Tingkir berhasil membunuh Arya Panangsang. Selanjutnya, Jaka Tingkir mendirikan kesultanan Pajang, sementara Ki Ageng Pamanahan dihadiahi tanah di daerah Mataram dan Ki Ageng Panjawi mendapat daerah Pati.

Demikian, berdirinya kesultanan Pajang untuk menggantikan kesultanan Demak telah mengakhiri sejarah kerajaan Islam pesisir. Sebab, Pajang terletak di pedalaman, jauh dari laut. Karenanya, peralihan ini juga menandai peralihan orientasi ekonomi Islam Jawa, dari ekonomi perniagaan ke pertanian. Selain itu, hal ini juga diikuti dengan peralihan paham keislaman, dari madzhab Hanafi ke madzhab Syiah ajaran Syeikh Siti Jenar. Inilah momen penting dalam sejarah Islam di Jawa di mana terjadi peralihan orientasi ekonomi, politik dan keagamaan. Tentu saja, akan sangat menarik dapat mengetahui sebab-sebab pergeseran orientasi tersebut. Hanya saja, sebelum mengelaborasi masalah ini, ada baiknya kita terlebih dahulu melihat peran orang-orang Tionghoa peranakan dalam penyebaran Islam di Jawa. Tionghoa peranakan yang berjasa besar dalam Islamisasi pulau Jawa ini dikenal oleh masyarakat dengan sebutan walisongo yang berarti sembilan wali atau wali sembilan.

  1. Kerajaan Mataram Baru

Berbeda dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Indonesia yang bersifat maritim, kerajaan Mataram bersifat agraris. Kerajaan yang beribu kota di pedalaman Jawa ini banyak mendapat pengaruh kebudayaan Jawa Hindu baik pada lingkungan keluarga raja maupun pada golongan rakyat jelata. Pemerintahan kerajaan ini ditandai dengan perebutan tahta dan perselisihan antar anggota keluarga yang sering dicampuri oleh Belanda.[7]

Kebijaksanaan politik pendahulunya sering tidak diteruskan oleh pengganti-penggantinya. Walaupun demikian, kerajaan Mataram merupakan pengembang kebudayaan Jawa yang berpusat di lingkungan keraton Mataram. Kebudayaan tersebut merupakan perpaduan antara kebudayaan Indonesia lama, Hindu-Budha, dan Islam.

Pada awal perkembangannya kerajaan Mataram adalah daerah kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut diberikan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang kepada Ki Gede Pamanahan atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang menjadi latar belakang munculnya kerajaan Pajang.

Ki Gede Pamanahan memiliki putra bernama Sutawijaya yang juga mengabdi kepada raja Pajang sebagai komando pasukan pengawal raja. Setelah Ki Gede Pamanahan meninggal tahun 1575, maka Sutawijaya menggantikannya sebagai adipati di Kota Gede tersebut.

Setelah pemerintahan Hadiwijaya di Pajang berakhir, maka kembali terjadi perang saudara antara Pangeran Benowo putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri, Bupati Demak yang merupakan keturunan dari Raden Trenggono. Akibat dari perang saudara tersebut, maka banyak daerah yang dikuasai Pajang melepaskan diri, sehingga hal inilah yang mendorong Pangeran Benowo meminta bantuan kepada Sutawijaya. Atas bantuan Sutawijaya tersebut, maka perang saudara dapat diatasi dan karena ketidakmampuannya maka secara sukarela Pangeran Benowo menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya. Dengan demikian berakhirlah kerajaan Pajang dan sebagai kelanjutannya muncullah kerajaan Mataram.[8]

Pada tahun 1588 Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati[9]. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede. Sesudah Sutawijaya ( 1601 ) meninggal ( ia dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.

Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di) Krapyak. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas Rangsang.[10]

Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung ( 1613-1645 ). Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura (kira-kira gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang). Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula "Mataram Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Tindakan-tindakan Sultan Agung sebagai raja Mataram!

  • Menundukkan daerah-daerah yang melepaskan diri untuk memperluas wilayah kekuasaannya.
  • Mempersatukan daerah-daerah kekuasaannya melalui ikatan perkawinan.
  • Melakukan penyerangan terhadap VOC di Batavia tahun 1628 dan 1629.
  • Memajukan ekonomi Mataram.
  • Memadukan unsur-unsur budaya Hindu, Budha dan Islam.[11]

Setelah wafat (1645), ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I). Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.

Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.

Sebab-sebab kehancuran dari kerajaan Mataram[12]

· Tidak adanya raja-raja yang cakap seperti Sultan Agung.

· Banyaknya daerah-daerah yang melepaskan diri.

· Adanya campur tangan VOC terhadap pemerintahan Mataram.

· Adanya politik pemecah-belah VOC melalui perjanjian Gianti 1755 dan Salatiga 1757.

Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah).[13] Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.

PENUTUP

Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan beberapa point tentang keberadaan kerajaan di Indonesia yang bercorak islam ;

* Kerajaan islam yang pertama tumbuh dan berkembang di ialah samudra pasai.

* Pada umumnya, kerajaan islam tumbuh dan berkembang sebagai media dalam mengembangkan ajaran islam.

* Runtuhnya suatu kerajaan biasanya disebabkan oleh perang saudara.

* Kerajaan yang ada di jawa merupakan kerajaan yang lahir dari pemberontakan.

* Kerajaan islam yang pertama tumbuh di pulau jawa ialah kerajaan demak bintaro.

DAFTAR PUSTAKA

Cepot, Kopral. Samudra Pasai Negara Islam Pertama. Serbasejarah.wordpress.com.

Hasanuddin, Iqbal. 2008Kesultanan Demak dan Islamisasi Pulau Jawa ;tentang Peran Tiongha Peranakan. Jakarta ; iqbalhasanuddin.wordpress.com/2008/09/26/kesultanan-demak-dan-islamisasi-pulau-jawa-tentang-peran-tionghoa-peranakan.

Kak Riko. 2009. Kesultanan Mataram. Jakarta : Dongengkakrico.com

Kak Riko. 2009. Kesultanan Samudra Pasai. Jakarta : Dongengkakrico.com.

Soekmono. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Jogjakarta: kanisius.

Susiyanto. 2008. kesultanan demak pasca keruntuhan majapahit. susiyanto.wordpress.com/2008/04/17/kesultanan-demak-pasca-keruntuhan-majapahit/

Tim Buku Budaya. Demak, Kerajaan Islam Pertama di Tanah Jawa. Bukubudaya.Wordpress.com.

Wikipedia.2007. Kesultanan Demak. Jakarta wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Demak.

Wikipedia.2009. Kesultanan mataram. Jakarta : wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Mataram.

Zauni, A. 2007.Sejarah Perkembangan Kerajan Islam. Adeut.blogspot.com/2007/06/sejarah-perkembangan-kerajaan-islam.htm,



[1] Terdapat beberapa tori yang menyatakan kedatangan islam di nusantara, 1. Teori arab, yang menyatakan bahwa islam itu datang dari arab sejak pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. 2 Teori gujarat, yang menyatakan bahwa islam itu datang dari gujarat sewaktu para pedagan gujarat berlayar ke nusantara pada abad ke-12 M. 3. teori persia, yang menyatakan bahwa islam datang dari persia yang dibawa oleh kaum syiah.

[2] A. ZAUNI. Sejarah Perkembangan Kerajan Islam. (adeut.blogspot.com/2007/06/sejarah-perkembangan-kerajaan-islam.htm, 2007 )

[3] Kak riko, Kesultanan Samudra Pasai, (Jakarta : Dongengkakrico.com 2009.)

[4] A. Zauni., Lok Cit.

[5]Iqbalhasanuddin. Kesultanan demak dan islamisasi pulau jawa ;tentang peran tiongha peranakan. ( Jakarta ; iqbalhasanuddin.wordpress.com/2008/09/26/kesultanan-demak-dan-islamisasi-pulau-jawa-tentang-peran-tionghoa-peranakan/, 2008.)

[6] Kesultanan Demak, ( Jakarta wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Demak. 2007)

[7] Kak riko, Kesultanan Mataram, (Jakarta : Dongengkakrico.com 2009.)

[8] A. Zauni., loc cit.

[9] Menurut sumber lain sutawijaya berhasil memberontak terhadap kekuasaan pajang dan mendirikan kerajaan mataram. Ibid.

[10] Wikipedia. Kesultanan mataram, ( Jakarta, wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Mataram, 2009 )

[11] A. Zauni., lok cit.

[12] A. Zauni., lok cit.

[13] Wikipedia. Kesultanan mataram, lok cit.

Tidak ada komentar: