Sabtu, 25 Oktober 2008

Makalah Kebud. Batak

MAKALAH

KEBUDAYAAN MASYARAKAT INDONESIA

Tentang

Kebudayaan Masyarakat Batak

Oleh

Aprizal 107.028

Siti Mariam 107.076

Elva Yotnita 107.065

Dosen Pembimbing

Sismarni

Desmaniar

JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM ( SKI )

FAKULTAS ILMU BUDAYA ADAB

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

IMAM BONJOL PADANG

1429 H / 2008 M

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.

Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti begitu besar kaitan antara kebudayaan dengan masyarakat. Kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda di karenakan setiap masyarakat / suku memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan suku liannya.

Masyarakat Batak, adalah salah satu masyarakat Indonesia yang berada di kawasan Sumatra. Setiap masyarakat pastilah memiliki kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat lainnya yang menjadi penanda keberadaan suatu masyarakat / suku. Begitu juga dengan masyarakat Batak yang memiliki karekteristik kebudayaan yang berbeda.

Keunikan kharakteristik suku Batak ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya. Adat-istiadat seperti upacara kelahiran, upacara pernikahan, upacara kematian, norma, dan kebiasaan-kebiasaan juga merupakan jati diri suku bangsa Batak, yang membedakan suku bangsa ini dengan suku bangsa lain.

Suku Batak dengan sekelumit kebudayaannya merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari dalam bidang kajian mata kuliah Pluralitas dan Integritas Nasional yang pada akhirnya akan menjadi bekal ilmu pengetahuan bagi kita dalam hal kebudayaan.

  1. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan dalam penulisan dan pemahaman makalah ini, maka penulis merumuskan beberapa hal yang bersangkutan dengan kebudayaan masyarakat Batak, yaitu :

Ø Bagaimanakah keadaan kebudayaan masyarakat Batak ?

Ø Bagaimanakah masalah sosial yang ada dalam masyarakat Batak?

Ø Bagaimanakah sistem interaksi dalam masyarakat Batak ?

Ø Bagaimanakah keadaan agama dalam masyarakat Batak ?

Ø Bagaimanakah keadaan ekonomi dalam masyarakat Batak ?

  1. TUJUAN MAKALAH

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :

Ø Agar pembaca dapat mengetahui kebudayaan masyarakat Batak.

Ø Agar pembaca dapat memahami salah satu bentuk masalah sosial yang ada dalam masyarakat Batak.

Ø Agar pembaca dapat menelaah sistem interaksi dalam kehidupan keseharian masyarakat Batak.

Ø Agar pembaca mengetahui bagaiman kehidupan beragama masyarakat Batak.

Ø Agar pembaca mengetahui bagaiman kehidupan ekonomi masyarakat Batak.

BAB II

PEMBAHASAN

A. IDENTIFIKASI

Suku / masyarakat Batak hidup di kawasan Sumatra Utara. Sebagian masyarakat yang tinggal di daerah ini adalah masyarakat Batak. Suku Batak pertama sekali mendiami daerah karo dan kawasan danau Toba.

Sebagai bagian dari sejarah bangsa, budaya Batak sudah ada sejak berabad-abad tahun yang lalu. Dimulai dari kerajaan Sisingamangaraja yang pertama (kakek buyut Raja Sisingamangaraja XII, pahlawan nasional Indonesia), suku Batak tetap eksis sampai saat ini dengan tetap mempertahankan identitasnya. Pewaris kebudayaan Batak tetap menjaga, memelihara serta melestarikan Budaya Batak sebagai kebudayaan warisan nenek moyang. Budaya Batak yang bersifat kekeluargaan, gotong royong dan setia kawan telah mengakar disetiap langkah hidup orang Batak. Budaya Batak sudah menjadi falsafah hidup bagi warganya ditengah era globalisasi dewasa ini.[1]

Identitas kesukubangsaan merupakan internalisasi nilai yang diwariskan oleh orang tua secara informal kepada setiap anak sejak dari kecil untuk membangun eksistensi ke-Batakan-nya (habatahon), yang kelak dapat merupakan jalan, wahana, dan alat memasuki tujuan hidup suku bangsa Batak. Dengan demikian, identitas budaya ini disebut sebagai nilai instrumental (instrumental values). Visi suatu suku bangsa adalah tujuan hidup suatu kolektif, dalam hal ini tujuan suku bangsa Batak, yang merupakan tujuan akhir yang diidam-idamkan masyarakat. Dengan demikian, visi tujuan hidup ini disebut sebagai nilai terminal (terminal values). Pedoman interaksi merupakan landasan interaksi masyarakat, yang berfungsi menentukan kedudukan, hak, dan kewajiban masyarakat, mengatur serta mengendalikan tingkah laku masyarakat dalam kehidupan sosial sehari-hari, dan menjadi dasar demokrasi untuk penyelesaian masalah terutama secara musyawarah dan mufakat dalam masyarakat Batak Toba.

B. INTERAKSI SOSIAL DALAM MASYARAKAT BATAK

Sistem interaksi pada masyarakat Batak adalah Dalihan Na Tolu ”Tungku Nan Tiga”, yang terdiri atas dongan tubu (pihak semarga), boru (pihak penerima istri), dan hula-hula (pihak pemberi istri). Dalam interaksinya, setiap orang akan memiliki sikap berperilaku yang berbeda pada masing-masing pihak itu. Orang akan manat mardongan tubu ”hati-hati pada teman semarga”, elek marboru ”membujuk pada pihak penerima istri” , dan somba marhula-hula “hormat pada pihak pemberi istri”. Jelas bahwa nilai interaksional ini hanya bisa dipahami, bahkan dijelaskan, setelah memiliki dan memahami nilai identitas.

Visi orang Batak sangat jelas, yakni ingin memiliki Hagabeon-Hamoraon-Hasangapon. Istilah hagabeon berarti ”mempunyai keturunan terutama anak laki-laki”, hamoraon berarti ”kekayaan atau kesejahteraan” , dan hasangapon berarti ”kehormatan”. Hamoraon dan hagabeon sangat jelas indikatornya, tetapi hasangapon agak abstrak: hasangapon adalah hagabeon plus hamoraon. Untuk mencapai hagabeon, orang harus menikah; untuk mencapai hamoraon, orang harus mandiri, kerja keras, gotong royong, dan berpendidikan, yang kesemuanya membuat orang dapat mencapai hasangapon. Oleh karena hagabeon-hamoraon-hasangapon itu merupakan visi dan tujuan kehidupan orang Batak, maka itulah yang disebut dengan nilai terminal.

Akhirnya, nilai utama Budaya Batak, yakni identitas sebagai instrumental values, sistem interaksi sebagai interactional values, dan visi sebagai terminal values dapat difungsikan dan diwariskan dalam pembentukan sumber daya manusia untuk mencapai keberhasilan pembangunan suku bangsa Batak. Pewarisan, internalisasi, dan resosialisasi nilai-nilai budaya di atas sejak dini kepada masyarakat Batak akan menciptakan sumber daya manusia yang betul-betul menjadi human capital terutama di daerah bonapasogit.

Manusia sebagai sosok dan tokoh selalu menarik diperbincangkan dari aneka sudut pandang. Perbincangan akan lebih menarik bila sosok dan ketokohan seseorang relevan dan kontributif bagi pengembangan sumber daya generasi muda. Sosok dan tokoh yang menyejarah dapat menjadi acuan untuk membangun sikap dan semangat patriotisme. Manusia dalam konteks budaya adalah individu yang mampu berperan sebagai penggagas, pelaku, dan penghasil. Ketiga peran ini terakumulasi dan termanifestasi dalam prestasi (achievement). Gagasan, tindakan dan kinerja manusia yang berlandaskan pada prestasi gemilang sampai kapanpun akan menjadi idaman dan sumber inspirasi bagi tiap-tiap individu. McClelland, (1987) berkata bahwa ada tiga motif sosial yang dapat membuat orang berhasil, yakni motif berprestasi (the achievement motive), motif berkuasa (the power motive), dan motif persahabatan (the affiliation motive). Ketiga motif sosial itu ternyata ditentukan oleh lingkungan budayanya. Tanpa sistem marga Dalihan Na Tolu, sukubangsa Batak sudah lama lenyap oleh kemajuan zaman.

Suku bangsa yan terdapat dala masyarakat Batak ialah Karo, Toba, dan simalungun. Dari suku bagsa ini terdiri dari beberapa marga dan sub marga.

C. MATA PENCAHARIAN HIDUP

Sebagian masyarakat batak bercocok tanam di irigasi dan ladang. Orang batak untuk sebagian besar, masih mengarap tanahnya menurut adat kuno. Diladang atau disawa-sawah, padi hanya di tanam dan di panen sekali setahun. Dalam bercocok tanam orang batak selalu bergoto royong baik saat bertanam maupun saat panen tiba.[2]

Di smping bercocok tanam, pertenakan juga merupakan suatu mata pencaharian yang penting bagi orang batak umumnya. Hewan yang biasa diternakan ialah kerbau, babi, bebek, ayam, dan kambing

Di daerah pinggiran danau toba, biasanya masyarakat Batak menagkap ikan dengan perahu lesung. Penangkapn ikan dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, seperti bulan Juni sampai Agustus. Hasil tangkapan ikan di jual kepasar.

D. RELIGI

Tanah batak dipengaruhi oleh beberapa agama, seperti Islam dan Protestan. Agama ini masuk pada Abad ke-19. Masyarakat Batak pada umumnya beragama kristen dan hanya sedikit yang memeluk agama Islam. Walaupun demikian masyarakat perdesaan suku Batak tetap memepertahankan agama aslinya.

Orang batak percaya bahwa, yang menciptakan alam semesta ini adalah debata (ompung) mulajadi na bolon. Dia tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama seseui tugasnya.

Suku batak memiliki tiga konsep dalam masalah roh, tondi, sahala, dan begu. Tondi adalah jiwa orang itu sendiri dan sekaligus juga merupakan kekeuatan. Sahala ialah jiwa kekuatan yang dimiliki oleh seseorang yang di dapati melalui pembelajaran. Begu ialah tondinya orang yang meninggal.[3]

E. MASALAH PEMBANGUNAN DAN MODERNISASI

Hingga sekarang ditengah ditengah perubahan dimensi ruang dan dimensi waktu, pola kebudayaan Dalihan Na Tolu masih bertahan mengikuti zaman. Walaupun begitu derasnya arus globalisasi namun kebudayaan Batak Dalihan Na Tolu masih tetap dijaga secara turun-temurun dan tidak terpengaruh budaya asing.[4]

Namun seperti yang telah disebutkan sebelumnya perkembangan teknologi, globalisasi dan era informasi yang pesat membawa dampak bagi perkembangan budaya Batak juga. Dari berbagai identitas budaya yang telah diwariskan turun-temurun, ada yang harus disesuaikan dengan kondisi yang terjadi sekarang. Penyesuaian tersebut dilakukan karena tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Salah satu contohnya adalah dalam hal sistem pembagian harta warisan. Hukum adat Batak yang patrilineal tidak mengakui adanya pembagian harta warisan bagi anak perempuan. Semua warisan dari orangtua diberikan pada anak laki-lakinya yang esensial sebagai penyambung keturunan menurut garis bapak. Namun dewasa ini sistem hukum adat yang patrilineal yang dianut suku Batak dalam hak warisan bagi anak laki-laki sedang mendapat ujian berat. Hal ini berkaitan dengan unifikasi hukum nasional buat seluruh warga negara Indonesia, dimana anak laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam pembagian warisan. Oleh sebab itu hukum adat Batak tersebut kemudian disesuaikan. Anak laki-laki dan perempuan adalah sama dalam pembagian warisan.

Walau terjadi unifikasi hukum nasional buat seluruh masyarakat Indonesia, namun budaya Batak tetap akan dijaga. Walau Sisinga Mangaraja telah gugur namun falsafah hidup Dalihan Na Tolu tidak pernah hilang. Dan pola Kebudayaan Batak sejak abad XIV hingga kini tidak pernah dapat ditumbangkan oleh kebudayaan asing. Zaman boleh berubah, teknologi boleh semakin maju, arus globalisasi boleh semakin deras tapi kebudayaan Batak tetap harus dilestarikan. Budaya Batak akan tetap bertahan dan berkembang dalam perubahan multi dimensi.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Suku / masyarakat Batak hidup di kawasan Sumatra Utara. Sebagian masyarakat yang tinggal di daerah ini adalah masyarakat Batak. Suku Batak pertama sekali mendiami daerah karo dan kawasan danau Toba.

Sebagian masyarakat batak bercocok tanam di irigasi dan ladang. Di smping bercocok tanam, pertenakan juga merupakan suatu mata pencaharian yang penting bagi orang batak umumnya. Di daerah pinggiran danau toba, biasanya masyarakat Batak menagkap ikan dengan perahu lesung.

Masyarakat Batak pada umumnya beragama kristen dan hanya sedikit yang memeluk agama Islam. Walaupun demikian masyarakat perdesaan suku Batak tetap memepertahankan agama aslinya. Orang batak percaya bahwa, yang menciptakan alam semesta ini adalah debata (ompung) mulajadi na bolon. Dia tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama seseui tugasnya.

Walau terjadi unifikasi hukum nasional buat seluruh masyarakat Indonesia, namun budaya Batak tetap akan dijaga. Walau Sisinga Mangaraja telah gugur namun falsafah hidup Dalihan Na Tolu tidak pernah hilang. Dan pola Kebudayaan Batak sejak abad XIV hingga kini tidak pernah dapat ditumbangkan oleh kebudayaan asing. Zaman boleh berubah, teknologi boleh semakin maju, arus globalisasi boleh semakin deras tapi kebudayaan Batak tetap harus dilestarikan. Budaya Batak akan tetap bertahan dan berkembang dalam perubahan multi dimensi.

B. SARAN

Kebudayaan yang dimiliki suku Batak ini menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang perlu tetap dijaga kelestariannya. Dengan membuat makalah suku Batak ini diharapkan dapat lebih mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan suku Batak tersebut dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan yang pada kelanjutannya dapat bermanfaat dalam dunia kependidikan

DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Raja Malem . 2005. Budaya Batak Dalam Perubahan Multidimensi, Bandung : ITB Press. (Sebuah Makalah).

Ningrat, Kountjara. 2004. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta :Djambatan.

Salomo, Mangaradja. 1938. Memilih dan Mengangkat Radja di Tanah Batak menurut Adat Asli.. Sibolga: Rapatfonds Tapanuli.



[1] Mangaradja Salomo, Memilih dan Mengangkat Radja di Tanah Batak menurut Adat Asli.( Sibolga: Rapatfonds Tapanuli, 1938) hal. 5-6.

[2] Kountjara Ningrat, Manusia dan Kebudayaan Indonesia, ( Jakarta, Djambatan, 2004). Hlm.101-102.

[3] Kountjara Ningrat, op.cit. hal.112-115.

[4] Raja Malem Tarigan,Budaya Batak Dalam Perubahan Multidimensi, ( Bandung, ITB Press, 2005 ),hal. 4, BAB Pembahasan. ( Sebuah Makalah).

1 komentar:

Anonim mengatakan...

The First Casino in the World to Introduce a New Casino,
to 퍼스트카지노 offer the first of its kind in the world 메리트카지노 to enter the market of a new casino in the United States. It's exciting to bet on casino games